Aku mengenalnya di antara deretan bangku putih abu-abu,
Langkahnya pelan,
senyumnya malu-malu
Kita bukan siapa-siapa waktu itu
Hanya dua nama
dalam riuh masa remaja,
Tapi waktu
menyulam kita dalam benang yang tak kasat mata
Hari berganti,
kita menyatu dalam cerita sederhana
Jarak yang terus
menguji kekuatan kita
Kita yang saling
percaya, katanya
Meski rindu
menggumpal seperti awan mendung yang tak kunjung pecah
Namun kita kuat,
masih saling menelusuri suara lewat telepon larut malam,
Mengecup jarak
dengan kata-kata
Waktu yang
bergerak lebih cepat dari yang sempat dipahami
Hingga waktu
memisahkan kita pada jenjang yang berbeda
Salah satu harus
melangkah lebih dulu,
Sementara yang
lain tetap tinggal,
Menganyam harapan
dalam diam dan kesetiaan
Membawa harapan
yang perlahan tumbuh jadi keyakinan
Waktu menjauhkan
kita, tapi rindu tak pernah benar-benar hilang
Kita yang katanya
cinta tetapi diuji oleh jarak,
Tapi kita percaya,
percaya bahwa hati kita tetap saling menjaga
Meski dunia menuntut
kita kearah yang berbeda
Kita tetap bertemu
di sela-sela sempitnya waktu,
Menyembuhkan rindu
yang tertimbun oleh sibuk
Kebersamaan
singkat itu menjadi penguat,
Seperti hujan
ringan yang cukup menyejukkan tanah yang retak
Kita percaya,
bahwa cinta bukan soal seberapa dekat tubuh,
Tapi seberapa kuat
hati bertahan dalam ketidakhadiran
Pelukan singkat,
percakapan terbatas,
Menjadi penawar
dari sepi yang terlalu sering datang
Hari-hari berlalu dalam jumlah yang tak sedikit.
Tahun demi tahun kita lewati,
Berpegangan pada janji yang dulu diucapkan dengan penuh keyakinan.
Namun cinta, tak selalu berjalan seirama dengan harapan.
Ada yang mulai letih, ada yang mulai melonggarkan genggamannya.
Dan cinta yang semula kokoh itu, mulai rapuh oleh kelalaian.
Satu berhenti menjaga, yang lain terluka diam-diam.
Hingga akhirnya tak ada lagi yang bisa dipertahankan selain kenangan.
Cinta itu dilepaskan, bukan karena tidak berharga,
Tetapi karena luka tak bisa terus dirawat dalam pelukan yang sama.
Namun anehnya, rindu tidak mengerti tentang kata selesai.
Ia tetap datang, menyusup dalam malam yang sepi,
Membangkitkan sisa-sisa cerita yang tak pernah benar-benar mati.
Ada keinginan
untuk kembali,
Ada harapan bahwa luka bisa dimaafkan, bahwa cinta bisa disulam ulang.
Namun hati yang pernah trauma tak bisa begitu saja terbuka.
Ia pernah dijanjikan pelindung, tapi justru disakiti oleh yang berjanji.
Ia pernah dipercaya, namun dikhianati oleh yang dipilih.
Kini, ia hanya ingin diam.
Tak lagi mengejar, tak lagi berharap.
Bukan karena tidak cinta, tetapi karena cinta pun harus tahu kapan harus berhenti.
Mungkin cinta yang sesungguhnya bukan mereka yang berani kembali,
Tetapi mereka yang sejak awal tak pernah pergi.
~Terimakasih untuk cerita singkatnya :')





